loading...
Presiden Joko Widodo. [Foto Ist/Indonesiakita.co] |
“Kalau ada yang salah mesti ada yang mengingatkan dengan kritik, tapi tolong dibedakan kritik dengan mencela, bedakan kritik dengan mencemooh, beda itu. Kritik dengan nyinyir beda lagi,” ujarnya, saat memberikan sambutan pada pembukaan Rapimnas Partai Perindo 2018, di JCC Senayan, Jakarta pada Rabu (21/3/2018) malam.
Jokowi menyebut, kritik dengan menghujat dengan memfitnah, maupun menjelek-jelekkan juga berbeda. Kendati demikian, dia menegaskan bahwa kritik itu sangat penting.
“Kritik itu penting untuk memperbaiki kebijakan yang ada, tapi kritik harus berbasis data, tidak asbun, asal bunyi, tidak asal bicara. Kritik mestinya dimaksudkan untuk mencari solusi, untuk mencari kebijakan yang lebih baik,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, Pemerhati Sosial, Muda Saleh menilai, apa yang disebutkan Jokowi dari hal bahwa pemerintah masih terus berbenah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarkat ini menggambarkan sikap ‘Gentle’ seorang pemimpin yang tidak menganggap memiliki kerja yang sempurna.
“Saya mencoba melihat sisi kearifan sosok Jokowi yang memberikan sinyal baik terhadap personal, maupun kelompok yang mencoba mengkritiknya. Ini contoh pemimpin yang berbudaya, dan memiliki kemampuan menjaga stabilitas negara, dari upaya-upaya membuat keraguan terhadap kebijakan pemerintah saat ini,” ujarnya, Rabu (21/3/2018) malam.
Dengan apa yang dilontarkan politisi senior PAN, Amien Rais menurutnya, tidak menggambarkan sosok tokoh yang selama ini dinilai dapat memberikan stigma positif. “Dia (Amien Rais) gak berbudaya, tak cakap caranya berpolitik dan sama sekali tak memberikan solusi dimana seharusnya sekelas pak Amien bicara ‘base on data’ gak asal bunyi (Asbun) seperti yang diucapkan Pak Jokowi. Inikan memberikan isyarat bahwa ia yakin dengan pembagian sertifikat tanah kepada masyarkat kan membantu mengurangi beban di sektor ekonomi salah satunya,” tegasnya.
Sumber: Indonesiakita.co