loading...
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti uang hasil OTT anggota DPRD Kalteng di Jakarta saat konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Sabtu (27/10). [Foto Ist/Suara.com] |
JAKARTA,
E-KABARI.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
tujuh orang sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji yang
terjadi di Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) pada, Sabtu
(27/10/2018).
Sehari
sebelumnya KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 13 orang anggota
DPRD Kalteng dan pihak swasta di Jakarta.
Mereka
diamankan diduga terkait penerimaan hadiah atau janji mengenai tugas dan fungsi
pengawasan DPRD dalam bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan dan lingkungan
hidup di Pemprov Kalteng tahun 2018.
Ketujuh
tersangka tersebut termasuk dalam 13 orang yang diamankan KPK dalam OTT
kemarin. Dari tujuh tersangka, empat orang sebagai penerima suap dan tiga orang
sebagai pemberi suap.
Empat
orang penerima suap tersebut, yakni Borak Milton (ketua Komisi B DPRD Kalteng),
Punding LH Bangkan (sekretaris Komisi B), Arisavanah dan Edy Rosada (anggota
Komisi B).
Adapun
tiga orang pemberi suap, yakni Edy Saputra Suradja yang merupakan Direktur PT
Binasawit Abadi Pratama (BAP) atau Wakil Direktur Utama PT Sinar Mas Agro
Resources And Technology (SMART) Tbk.
Kemudian
Willy Agung Adipradhana (CEO PT BAP Wilayah Kalteng) dan Teguh Dudy Syamsury
Zaldy (Manager Legal PT BAP).
“KPK
meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan tujuh
orang tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam jumpa pers di
Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (27/10/2018).
Laode
mengatakan penetapan tujuh orang tersangka tersebut setelah dilakukan
pemeriksaan selama 1x24 jam.
“Setelah
melakukan pemeriksaan maksimal 24 jam pertama dan gelar perkara pagi ini,
disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh
ketua dan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah secara bersama-sama terkait
tugas dan fungsi DPRD Provinsi Kalimantan Tengah,” jelas Laode.
Untuk
para penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP.
Sementara
para pemberi, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13.
Sumber:
Suara.com