loading...
Ilustrasi |
BANDAR LAMPUNG, E-KABARI.COM - Beberapa waktu lalu, sempat terjadi insiden mengenaskan yang menimpa seorang pria asal Sukabumi, Bandar Lampung.
Karena sang suami kerap selingkuh, istrinya yang geram merencanakan pembunuhan kepadanya.
Pelaku berinisial R tinggal bersama suaminya, AS di sebuah rumah beratapkan seng dan berdinding papan terbalut tripleks di Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung.
Wakapolresta Bandar Lampung AKBP Yudy Chandra Erlianto menjelaskan, berdasarkan keterangan tetangga, korban dan pelaku sering ribut lantaran suaminya gonta-ganti pasangan.
Korban AS ditikam oleh teman lelaki istrinya, N pada Rabu dini hari (12/12/2018) saat korban akan tidur. Usai menikam, pelaku N langsung melarikan diri, sementara istri korban berpura-pura teriak meminta tolong.
"Melihat gelagat yang mencurigakan, tidak ada kerusakan pada pintu rumah, maka polisi mencurigai istri korban dan meminta keterangan," kata Yudy Chandra Erlianto pada Jumat (14/12/2018).
Polisi menangkap R usai pemakaman suaminya.
Saat ini, polisi baru mengamankan barang bukti berupa seprai yang berlumuran darah.
Diketahui, korban bekerja di perusahaan suku cadang, sedangkan pelaku N berteman dengan R.
Mereka berteman semasa masih bekerja di pengepul rongsokan.
Fenomena Perselingkuhan yang Berakhir Pembunuhan
Nakita.id pernah menulis bahwa terjadi insiden pembunuhan yang dilakukan seorang profesor di Malaysia.
Ia tega membunuh istri dan anak sulungnya dengan cara menyimpan bola berisi gas monoksida di mobil yang dikendarai istrinya.
Profesor itu dengan tega membunuh istrinya lantaran permintaan cerainya ditolak.
Ia sengaja mengisi bola yoga dengan gas monoksida.
Bola yoga tersebut ia letakkan di bagian belakang mobil Mini Cooper berwarna kuning milik istrinya, Wong Siew-fung (47).
Menurut laporan awal, Khaw mengaku tidak mengetahui dan juga tidak mengaku merencanakan pembunuhan anak dan juga istrinya.
Tetapi, pemeriksaan postmortem membuktikan bahwa istri dan putri sulung Khan meninggal dunia akibat menghirup karbon monoksida.
Penyidikan lebih lanjut membuktikan bahwa terdapat bola yoga kempis di bagian belakang Mini Cooper kuning, di mana tempat Wong dan anak perempuannya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa.
Selain kisah seorang profesor dari Malaysia, ada juga kasus pembunuhan yang dilakukan Chris Watts.
Chris Watts membunuh istrinya yang sedang hamil, juga anak-anaknya karena ia memiliki hubungan gelap dengan perempuan lain.
Dua kasus di atas terlihat berbeda dari kasus yang menimpa AS tadi.
Di kasus terakhir, pelaku perselingkuhanlah yang menghilangkan nyawa pasangannya karena merasa bahwa ia terlalu mencintai selingkuhan daripada hidup bersama sang istri.
Siapa pun pelaku pembunuhannya, selingkuh memang bisa mengancam keselamatan bila pelakunya nekat.
Perselingkuhan dan Pembunuhan
Masalah perselingkuhan seolah tak pernah berhasil diselesaikan dan dipecahkan dengan jalan damai.
Menurut studi, 1.500 pasangan selingkuh akan mengulangi masalah tersebut, dan kemudian akan memutuskan berhenti membina rumah tangga karena selalu merasa tak cocok dengan pasangan sendiri.
Perselingkuhan menjadi satu-satunya alasan pasangan tak lagi ingin mempertahankan hubungan rumah tangga karena tak mau dicurangi terus-menerus.
Terlebih lagi, bila perselingkuhan tersebut justru makin bertumbuh subur benih cintanya, sudah dipastikan, jurang perceraian tinggal satu jengkal di depan mata.
Meski berusaha dipertahankan, nyatanya perselingkuhan memang tak selalu menguntungkan untuk membuat pasangan suami-istri tetap bertahan di jalur pernikahannya.
Berdasarkan berbagai faktor perceraian tersebut, akan muncul garis lurus menjadi faktor pembunuhan.
Melansir dari Psychology Today, para ahli evolusi menemukan adanya berbagai peristiwa yang disinyalir menjadi bukti kuat dan dahsyatnya keinginan seseorang sehingga mendorongnya merasa takut dikhianati.
Dorongan tersebut awalnya merupakan hasrat kuat seorang laki-laki, yang kini juga telah merajai pikiran perempuan.
Menurut pakar biologi, kecemburuan, rasa tak terima, dan juga rasa tak puas memicunya.
Untuk seorang pelaku perselingkuhan, ia merasa tak puas apabila pasangannya tak mau diceraikan, sehingga ia memilih membunuh sang istri lantaran sudah tak mau hidup bersama.
Sebaliknya, bila seseorang sudah diselingkuhi, rasa cemburu dan amarah melambung di pikirannya.
Peran cemburu dan amarah kuat dalam dirinya dan akan berlanjut, terlebih lagi bila pasangan taka da itikad baik untuk memperbaiki kesalahannya.
Rasa tak dihargai sebagai pasangan dan juga rasa ketidakadilan akan membuatnya melakukn hal yang terlampau batas, salah satunya pembunuhan.
Tindakan egois seperti itu tak bisa diremehkan dan memang harus ditanggulangi sejak awal.
Tak melihat bagaimana kekuatannya, baik perempuan atau laki-laki, hal tersebut akan dilakukan demi memuaskan hasrat emosinya yang sudah tak bisa dibendung lagi.
Adanya perasaan takut justru akan memicu seseorang melakukan kekerasan yang serius bahkan mengancam keselamatan.
Akan tetapi, ketidaksetiaan sebenarnya tidak jadi realistis bahwa akhirnya justru akan memicu kekerasan dan pembunuhan.
Adanya dukungan dari pihak lain juga disinyalir menjadi alasan seseorang nekat melakukan kekerasan hingga pembunuhan.
Pada dasarnya, amarah bisa saja tak terbendung, ketika seseorang merasa tak agi dihargai dan juga tak bisa melakukan hal lain.
Otak akan sulit mengontrol kendali apabila ego seseorang telah mencapai klimaksnya.
Meski terlalu kompleks untuk dihubungkan, dendam bisa menjadi salah satu faktor penting dari keputusan perceraian. Banyak pasangan yang ngotot bercerai, namun salah satu pihaknya menolak dan bersikeras untuk mempertahankan hubungan rumah tangganya.
Bukan tak mungkin, sisi emosional pasangan yang ingin bercerai tersebut memuncak, sehingga ia ingin segera keinginannya terealisasi dan emosinya memainkan peran tak manusiawi bahkan kadang tanpa adanya kendali.
Lalu apa yang memprakarsai perceraian yang berujung kematian atau pembunuhan?
Psikis
Dari berbagai kasus di atas, masalah psikis menjadi satu-satunya faktor paling menonjol.
Pelaku pembunuhan merasa bahwa keinginannya tak dikabulkan, atau pelaku pembunuhan mengaku bahwa ia merasa harga dirinya jatuh lantaran diceraikan.
Masalah psikis akan menjadi kasus yang tak akan pernah bisa dipecahkan, bila kedua belah pihak tak lagi memiliki kecocokan dalam membina rumah tangga.
Masalah psikis muncul dari adanya perselingkuhan.
Tentu kasus perselingkuhan yang sudah dibahas di atas sangat sulit dipecahkan dan diambil jalan damai.
Perceraianlah cara terbaik untuk menyikapinya, meski banyak kasus perselingkuhan juga berakhir dengan memperbaiki hubungan suami istri dengan memulai intensitas hubungan rumah tangga yang baru.
Ditambah adanya permintaan materi juga kebutuhan seksual yang tak terpenuhi, sehingga pasangan memutuskan untuk bercerai dan mencari kepuasan seksual yang baru menjadi satu kasus yang sangat sensitif untuk disinggung.
Melansir dari Bussines Insider, lebih dari 60 persen pasangan kurang bahagia memang berasal dari masalah finansial.
Sedangkan studi lain membuktikan bahwa adanya rasa kurang puas pada pasangan juga menjadi faktor penentu perceraian.
Dari kasus ini, International Journal of Emergency Mental Health and Human Resilience menemukan bahwa kasus tekanan psikis ini menjadi salah satu pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang bahkan berujung pembunuhan.
Bukan tidak mungkin bahwa rasa dendam dan ingin berkuasa di sini jadi pemicu pasangan melakukan KDRT dan pembunuhan.
Ditambah berbagai isu perceraian lain yang jadi bumbu terjadinya kasus pembunuhan.
Faktor psikis yang didukung adanya faktor situasional dan internal rumah tangga juga menyumbang reaksi emosi menambah keinginan melakukan kekerasan yang tak manusiawi.
Lingkungan sosial
Lingkungan sosial juga menjadi faktor yang tak kalah mengerikan dari adanya pembunuhan yang berawal dari kasus perceraian.
Bila seseorang tinggal dan terbiasa dengan lingkungan yang memiliki perilaku dan mengambilan sikap yang baik, otomatis, akan mengalir di dirinya bagaimana penyelesaian masalah dengan cara sebaik-baiknya meski harus berpisah.
Muncul pula berbagai stigma bahwa keinginan bercerai didukung dengan adanya hubungan lingkungan sosial yang juga mendukung seseorang untuk bercerai.
Tekanan sosial di sini sangat penting pengaruhnya, lebih-lebih bila lingkungan sosial seolah menghalalkan perceraian dan tak menilik pihak yang bersalah.
Di sisi lain, lingkungan sosial positif juga tak selamanya baik.
Pasangan yang diceraikan atau korban perceraian bahkan pembunuhan bisa saja telah menyimpan duka dan sakit hatinya akibat perceraian yang dilayangkan pasangannya, tetapi mengingat lingkungan sosialnya tak pernah menghalalkan untuk bercerai, ia memilih bungkam dan menyimpan masalahnya baik-baik, sehingga terjadilah pertengkaran yang didukung ambisi pasangannya hingga terjadi KDRT bahkan pembunuhan.
Peran psikis dan sosial bagi pernikahan tak bisa dipisahkan.
Mereka akan turut mengikuti dan menggerogoti usia serta nasib pernikahan.
Sehingga ada baiknya, bila setiap pasangan tetap memiliki pendirian juga cara terbaik dalam berkomunikasi di rumah tangganya.
Sumber: Nakita