Lucunya Larangan Demo Mahasiswa oleh Kemendikbud RI. (By Design RK/E-KABARI) |
Oleh: Yuda Yuliyanto*
Membaca surat imbauan Nomor 1035/E/KM/2020 tentang Pembelajaran Secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja sangat lucu sekali. Mengapa tidak lucu. Sejak kapan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan perguruan tinggi mengurus mahasiswa untuk tidak turut serta dalam kegiatan demontrasi atau unjuk rasa menyampaikan aspirasi? Tentulah ini terlihat sangat konyol sekali.
Mahasiswa bukan bebek dan kerbau yang bisa digiring untuk melakukan kehendakmu. Mahasiswa punya tugas besar untuk terus mengawal kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat. Jangan sampai mengebiri nalar kritis dan gerakan mahasiswa. Karena di dalam UU 1945 sudah jelas Pasal 28E ayat (3) menegaskan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Hal ini membuat saya jadi teringat kembali akan Zaman Orde Baru di mana ada Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim Soeharto pada tahun 1977-1978 untuk memecah kemasifan gerakan yang dilakukan mahasiswa pada saat itu.
NKK/BKK ini bertujuan untuk membatasi kegiatan politik mahasiswa, bahkan mahasiswa dilarang untuk berpolitik di kampus. Maka, saya berpandangan bahwa kebijakan yang lahir di tengah aksi demo menolak UU Omnibus Law saat ini juga bertujuan untuk membungkam kebebasan mahasiswa. kebijakan seperti ini sudah dulu diterapkan pada masa pemerintahan Orde Baru yakni pada saat Menteri Pendidikan Daoed Joesoef dan dilanjutkan pada masa kepemimpinan Nugroho Notosusanto.
Sekarang bukan saatnya lagi menerapkan hal-hal seperti itu, karena zamannya reformasi. Jangan sampai menghidupkan kebijakan seperti Orde Baru. Jika kebijakan yang sudah mati dihidupkan kembali, maka jangan salahkan mahasiswa untuk bergerak lebih masif. Karena ini akan menjadi pelecut nyala api semangat mahasiswa.
Jika kita lihat sejarah, lahirnya kebijakan NKK/BKK ini dilatarbelakangi oleh beberapa peristiwa bersejarah bagi pergerakan mahasiswa. Kala itu memasuki pertengahan tahun 1970-an. Di mana pergerakan mahasiswa sedang masifnya bergejolak.
Sama halnya dengan peristiwa hari ini, dengan masifnya gerakan mahasiswa di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka Menteri Pendidikan dan Kebudayan mengeluarkan surat imbauan Nomor 1035/E/KM/2020. Poin 4 dalam surat tersebut berbunyi, "Mengimbau para mahasiswa/i untuk tidak turut serta dalam kegiatan demontrasi/unjuk rasa/menyampaikan aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa/i di masa pandemi".
Ingat, tugas kampus hanya mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian. Bukan malah mengimbau mahasiswa agar tidak menyampaikan aspirasi. Karena jika demikian, di mana jargon _yang katanya_ kampus itu merdeka.
Saya berharap kepada seluruh sahabat-sahabat mahasiswa agar terus menggunakan pisau analisisnya dalam segala persoalan dan kebijakan apapun, sehingga mahasiswa tetap menjadi mitra kritis sebuah kebijakan. Tetap berpikir dialektis, bersikap kritis dan bertindak transformatif. Pendidikan adalah kebebasan untuk kita berpikir dan bertindak.
*Presiden Mahasiswa Universitas Abdurrachman Saleh (UNARS) Situbondo Periode 2019-2020.