Nenek Salami (67), warga Jalan Bonorogo, Kelurahan Lawangan Daya, Kecamatan Pademawu, Pamekasan yang hidup sebatang kara tanpa bantuan Pemerintah. (Foto Ir/E-KABARI) |
PAMEKASAN, E-KABARI.com - Hidup dengan layak dan cukup merupakan impian semua orang. Begitu pula yang diinginkan Salami.
Tapi kenyataan tidak selalu seindah impian. Salami yang tinggal di Jalan Bonorogo, Kelurahan Lawangan Daya, Kecamatan Pademawu, Pamekasan harus membuang jauh-jauh impiannya tersebut.
Tinggal di Gubuk Bambu
Selain hidup sebatang kara, nenek berumur 67 tahun tersebut juga tinggal di sebuah gubuk yang jauh dari kata layak untuk ditempati manusia.
Kumuh, dikelilingi pohon bambu, gubuk yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu yang bolong-bolong itu sudah ditempatinya selama puluhan tahun.
Mirisnya, gubuk itu ternyata juga berdiri di atas tanah milik salah satu warga sekitar yang simpatik terhadap Nenek Salami.
Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, Salami menjual makanan. Orang Pamekasan menyebutnya "Campor", yaitu perpaduan lontong, mie dan sayur berkuah. Namun, usahanya itu tak cukup menjanjikan.
"Jika penghasilan saya dalam sehari dapat 30 ribu, saya tidak dapat untung. Jika dapat 35 ribu, saya untung 5 ribu," tuturnya, Sabtu (6/02/2021) siang saat ditemui E-KABARI.
Sampai kini, Salami hidup sebatang kara, karena sejak muda ia tidak pernah menikah. Sedangkan 2 saudara kandungnya yang sudah menikah berada jauh darinya.
"Saudara saya jauh, dan sama-sama orang miskin. Jadi, mana tega saya meminta bantuan kepada mereka, dan saya tidak mau menjadi beban buat mereka," kata Salami.
Ditemani Ular dan Tikus
Tinggal di gubuk bambu, di tanah orang, dan sebatang kara pula, Salami mengaku ketakutan karena sering ada binatang masuk.
Selain Tikus yang biasa ia temui di setiap sudut gubuknya, juga ada Ular Cobra yang juga menempati lemari bajunya.
Akhirnya, Salami memutuskan untuk mengeluarkan semua baju yang ada, berharap lemarinya tidak ditempati Ular lagi.
Apalagi, baju-bajunya memang banyak yang sobek karena dimakan Tikus.
"Mau gimana lagi, memang tempat dan keadaan saya sudah seperti ini. Saya hanya bisa pasrah serta berdoa memohon perlindungan kepada Allah SWT," ucapnya dengan raut wajah sedih.
Dibantu Warga, Kemana Pemerintah?
Begitu mirisnya kisah Nenek Salami sampai-sampai listrik untuk menerangi gubuknya dibantu pemilik warung makan yang jaraknya cukup dekat.
Selain listrik, Salami juga bercerita terkadang dikasih makan oleh si pemilik warung, juga orang-orang yang simpatik terhadapnya.
Bantuan dari Pemerintah, dulu sekali pernah ia terima, berupa sembako tiap bulan. Namun, beberapa tahun ini Salami sudah tak lagi mendapat bantuam itu.
"Kok tega ya, mungkin sekarang sudah dipecat, sehingga saya tidak lagi menerima bantuan dari pemerintah," ujarnya.
Sementara Misjayan, Lurah Lawangan saat dihubungi E-KABARI melalui sambungan telepon selulernya mengaku sedang ada keperluan penting di luar. Sehingga, ia tidak bisa menemui atau mendampingi wartawan yang berkunjung ke rumah Nenek Salami.
Akan tetapi, Misjayan mengizinkan jika warganya itu dipublikasikan asal mendapatkan izin dari yang bersangkutan.
Melalui pemberitaan di media, ia berharap ada pembaca dermawan mau membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup salah satu warganya, yang memang sangat butuh uluran tangan para dermawan dan pemerintah.
"Saya sangat berterima kasih, Mbak, jika melalui berita di media ini nantinya ada dermawan yang mau membantu, serta ada kepedulian lebih, khususnya dari pihak-pihak terkait," terang Misjayan. (Ir/Fiq)