Para buruh saat mengerjakan Proyek Pemeliharaan Berkala Jalan Gayam-Tarebung, Sapudi, Sumenep yang menggunakan aspal DGEM. (Foto for E-KABARI) |
SUMENEP, E-KABARI.com - Insiden "pengusiran" wartawan yang terjadi di Pulau Sapudi Rabu (3/12/2021) membuat pengurus PWI dan PWRI, dua organisasi wartawan di Kabupaten Sumenep, angkat bicara.
Aksi pengusiran ini menimpa, Zam, kontributor Kempalan saat akan mengambil gambar Proyek Pemeliharaan Berkala Jalan Gayam-Tarebung, Pulau Sapudi.
Perlakuan tak menyenangkan tersebut, kata Zam dilakukan oleh oknum pengawas proyek yang diketahui menggunakan aspal DGEM.
Roni Hartono, Ketua PWI Sumenep mengutuk sikap-sikap premanisme bagi kerja-kerja jurnalistik. Dia menyayangkan aksi "pengusiran" terhadap wartawan tersebut.
"Pengusiran terhadap wartawan yang sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik ini bisa dipidana. Karena kerja jurnalistik dilindungi undang undang," kata Roni dalam keterangan via telepon, Jumat (3/12/2021) siang.
Roni berharap insiden pengusiran terhadap insan pers tak terjadi lagi. Semua pihak harus bisa sama-sama bersikap arif dan memahami kerja-kerja jurnalistik oleh wartawan.
Menurut Roni, jika wartawan atau kontributor dari sebuah media yang berbadan hukum menunjukkan kartu pers, itu sudah cukup.
"Tak perlu surat tugas untuk liputan," tegas Ketua PWI Sumenep itu.
Hal senada juga disampaikan Ketua DPC PWRI Sumenep, Rusydiyono. Dia menegaskan, bentuk pengusiran atas kerja-kerja jurnalistik bisa dipidana dengan merujuk UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 pada Pasal 18 Ayat (1).
"Setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)," terangnya via WhatsApp, Jumat (3/12) sore.
"Jadi sangat jelas tindakan yang dilakukan si pengawas terhadap kontributor Kempalan merupakan tindak melawan hukum," sambung Yono, panggilan akrab Rusydiyono.
Selain menjelaskan tindakan pidana, Yono juga mencurigai ada sesuatu yang disembunyikan dari sikap petugas pelaksana proyek DGEM untuk menghalang-halangi tugas wartawan meliput.
"Biasanya kalau dilarang meliput proyek pemerintah, ada sesuatu yang disembunyikan. Ini menarik untuk jadi atensi para wartawan Sumenep," pungkas Ketua PWRI Sumenep itu.
Seperti diketahui, perlakuan tak menyenangkan terjadi pada kontributor Kempalan saat melakukan kerja-kerja jurnalistik di Desa Gayam, Pulau Sapudi.
Insiden pada Jumat (3/12) pagi itu, bermula saat Zam, kontributor Kempalan di Pulau Sapudi hendak melakukan liputan Proyek Pemeliharaan Berkala Jalan Gayam-Tarebung yang menggunakan aspal DGEM.
"Ketika hendak ambil gambar dan video, saya dilarang. Padahal saya sudah bilang ada perintah liputan dari Kepala Biro Kempalan Sumenep," cerita Zam saat memberi keterangan tertulis, Jumat siang.
Zam mengaku kecewa atas tindakan petugas kontraktor pelaksana proyek jalan di Sapudi itu. Si petugas dinilai tak menghargai kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi oleh undang-undang. (HR/Fiq)