Panen Perdana Bawang Merah Agro Electrifying di Gapoktan Paris Makmur, Kelurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul, Kamis (24/8/2023) kemarin. (Foto BK/Istimewa) |
BANTUL, E-KABARI.com - Panen Perdana Bawang Merah Agro Electrifying di Kelurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul membuat petani untung antara Rp 50 hingga Rp 70 juta per hektare.
Setiap hektare lahan yang ditanami bawang merah dengan metode Agro Electrifying mampu menghasilkan 18-20 ton. Lebih tinggi di atas rata-rata Nasional yang hanya menghasilkan 10 ton saja per hektare.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sugeng Purwanto mengatakan, paling tidak ada 200 hektare lahan dengan tanaman bawang merah teknologi Agro Electrifying di DIY.
Teknologi dan karakter lahan yang tepat membuat produktivitas pertanian di kawasan pesisir selatan Jogja tinggi, sehingga petani bisa untung Rp 50 hingga Rp 70 juta per hektar pada panen perdana bawang merah Agro Electrifying kali ini.
"Per hektare lahan bisa menghasilkan 18-20 ton. Dengan harga plus minus petani bisa dapat Rp 200 juta, sementara biaya produksi Rp 130-150 juta. Harapannya petani kita bisa sejahtera dengan hasil yang didapat," ungkap Sugeng Purwanto.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X memimpin panen perdana bawang merah Agro Electrifying bersama Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, Dirjen Hortikultura Kementan RI Prihasto Setyanto, dan Kepala DPKP DIY Sugeng Purwanto di Gapoktan Paris Makmur, Kamis, 24 Agustus 2023.
Kala sambutan, Sri Sultan menyebut Kabupaten Bantul bagian selatan, termasuk di wilayah Gapoktan Paris Makmur dikenal sebagai sentra penghasil bawang merah.
"Para petani yang tergabung di dalam Gapoktan Paris Makmur ini menerapkan metode agro electrifying," ujar Sri Sultan.
Agro Electrifying adalah kegiatan pertanian yang sudah meninggalkan BBM sebagai sumber energi utama. Para petani memenuhi energi melalui listrik yang terbukti mampu mengefisiensi hingga 70%.
"Metode ini juga membuat area pertanian terbebas dari polusi," jelas Sri Sultan.
Gubernur DIY itu menyampaikan, budidaya bawang merah dengan metode Agro Electrifying di Bantul mendapat dukungan dari Dana Keistimewaan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan Nasional.
Namun, bawang merah hanya salah satu dari sekian banyak upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Selain itu, Sri Sultan sedang menggencarkan pemanfaatan Tanah Kas Desa untuk dipergunakan oleh masyarakat sebagai upaya meningkatkan taraf hidup.
Makanya, ia ingin hasil pertanian yang tinggi mampu meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga petani. Jangan sampai petani terlena dengan perilaku konsumtif sehingga melupakan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu mensejahterakan keluarga.
"Saya kira dengan kenaikan penghasilan itu bagaimana kehidupan keluarganya bisa lebih baik ya. Jangan Mo Limo (Madon, Mendem, Maling, Main, Madat). Pak Lurah nanti cabut izin penggunaan TKD mereka kalau mereka melakukan Mo Limo. Karena kita ingin semua itu untuk kebahagiaan maupun kehidupan keluarga itu jauh lebih baik, jangan di rusak. Anggere ora ngurusi keluargane, lemahe tak jaluk," ujar Sri Sultan.
Sementara Dirjen Hortikultura Kementan RI Prihasto Setyanto mengatakan, keberhasilan panen bawang merah Agro Electrifying perdana di Bantul menunjukkan DIY berhasil mengelola lahan marginal menjadi lahan produktif yang mensejahterakan.
Ia mengaku cukup terpukau dengan produktivitas bawang merah di Parangtritis yang sangat tinggi. Pun dengan kreativitas petani di Gapoktan Paris Makmur menyelipkan tanaman lain seperti cabai yang ditanam di sela-sela bawang merah.
"Hal ini menguntungkan mengingat pada satu musim tanam bawang merah saja, cabai sebagai tanaman selingan mampu dipanen hingga 30 kali," kata Prihasto.
Menurutnya, metode Agro Electrifying selain menghemat operasional sebanyak 70%, juga mampu mengurangi penggunaan pestisida.
Sementara kondisi permukaan air tanah di kawasan pertanian Parangtritis relatif dangkal. Sehingga dengan adanya Agro Electrifying mampu menekan penggunaan pestisida, karena penggunaan pestisida berlebihan pada muka air tanah yang dangkal mengakibatkan pH tanah turun.
"Tadi kami datang ke lapangan bersama Pak Gubernur melihat di kawasan pertanian, tidak ada bau pestisida. Biasanya kalau angin kencang begini, di daerah lain sudah sangat kencang bau pestisidanya. Artinya dengan konsep-konsep seperti yang sudah dikembangkan oleh masyarakat atau petani di DIY ini memberikan dampak positif yang luar biasa," ujar Prihasto. (JP/KRJ/Rfq)