Ludruk Madura: Seni Pertunjukan dan Kuasa Ajhing (3). (Ilustrasi/SC Video YouTube Rukun Famili Official 'Live Cerita Rukun Famili Terbaru Asmorowati') |
Oleh: Rafiqi*)
Dalam perkembangannya, ludruk memiliki ragam cerita yang tak lepas
dari pengaruh tokoh dan kondisi geografis serta sosio-kultur di mana ia
berkembang. Karenanya, sebuah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi Prancis,
Helene Bouvier, pada akhir tahun 90-an sedikit-banyak menjadi referensi dalam
melihat keterkaitan antara ludruk dan Pulau Madura, hingga akhirnya muncul
ragam sebutan baru untuk sebuah ludruk yang mencirikan produk kesenian di Pulau
Garam yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Timur.
Ludruk
Madura dan Pengaruh Ajhing Lama
Tentang Ludruk Madura ini, mengutip James L Peacock, Helene
menyebut, selain melakonkan adegan-adegan kehidupan sehari-hari (persoalan
keluarga, suami-istri, perkawinan, dsb.), ludruk juga melakonkan episode perang
kemerdekan serta cerita pahlawan dalam legenda-legenda Madura dan Jawa.
Pernyataan yang dibukukan pada tahun 1987 itu dilakukan Peacock pada tahun
1962-1963. Selain menyebut soal jenis tontonan kaum buruh, ia (Peacock, 1967a: 44)
menulis bahwa di Madura (di seberang teluk Surabaya) juga terdapat teater yang
disebut “Ludruk”.
Keterkaitan Madura, dalam Helene (2002; 134) juga disebutkan bahwa
Peacock (1967b: 328) menulis: “Setiap [pertunjukan] memperlihatkan baik unsur
kebudayaan tradisional Jawa dan Madura maupun tema modern
nasionalis-komunis-Indonesia”.
Menurut bab genre kesenian yang sebenarnya dimaksudkan peneliti
Prancis itu untuk mengulas evoluasi sejarah dan peristilahan ludruk ini,
indikasi awal lahirnya ludruk Madura yang popular di Sumenep di kemudian hari,
dapat dibaca dari pernyataan-pernyataan Peacock akan meleburnya unsur Madura
dalam bagian-bagian pentas ludruk di masa awal kejayaan Cak Durasim. Selain
itu, sebuah artikel yang ditulis Slamet Munsi Dian Pribadi mencatatkan
terbentuknya ludruk di Madura (Sumenep) dimulai oleh Yudo Prawiro dengan
membentuk komunitas Seni Remaja di Desa Pagar Batu, Kecamatan Saronggi,
Kabupaten Sumenep. Meski tanpa tahun, melihat pergantian kepemipinan grup
ludruk Rukun Famili _yang dibentuk Pak Yudo tak lama setelah pembentukan
komunitas Seni Remaja, terjadi pada tahun 1975, maka perkiraan terkuat lahir
dan berkembangnya ludruk Madura tak jauh dari ulasan Peacock, yakni pada
tahun 1960-an.
Apalagi, secara lebih lanjut pengaruh ke-Madura-an bahkan lebih
khusus Kabupaten Sumenep dapat dilihat dari satu istilah terakhir tentang seni
pertunjukan ini yang disebut Helene juga muncul di sana-sini setelah istilah ketoprak dan loddrok. Istilah yang diurutkannya di posisi ketiga itu adalah ajhing. Hasil wawancara Helene (2002:
135) dengan anggota rombongan dan penonton ludruk di Sumenep, bentuk teater ini (ajhing)
dianggap oleh semua rombongan yang diwawancarai sebagai genre drama Madura,
khususnya di daerah Sumenep.
Mendukung Helene, bukti cikal-bakal ludruk Madura disebutkan oleh
Kiliaan. Menurut Helene, Kiliaan mengacu pada “panjdjhak (Bangkalan, Pamekasan): rekan sepermainan dalam
pertunjukan topeng, di dalam salabadhan
atau podjhijan; juga pemain orkes,
lihat nadjagha.” Belum lagi, selain panjdjhak yang disebut Helene berada di
bawah entri ajhing, pasangan Brandts
Buys-van Zijp (1928: 149-153) dan Pigeaud (1938: 332-334) kata dia menggunakan
istilah yang sama juga, ditambah istilah semprong,
yang menurut Kiliaan menyangkut pelawak atau perangkat gong dari bambu yang
mengiringi mereka pada acara salabadhan.
Meski Depdikbud (1986) menyatakan keberadaan ajhing Madura berbeda dengan ajhing
yang mereka kenal atau pentaskan, yakni merupakan suatu pertunjukan yang
bersifat “doa pembawa kebaikan atau
keagamaan”, hasil wawancara Helene dengan beberapa rombongan loddrok di Sumenep dapat mencirikan
sebuah kesimpulan bahwa ajhing
menjadi cikal-bakal perkembangan ludruk Madura di kemudian hari.
Informasi yang didapat dari rombongan loddrok Jata Kemala (dari Desa Juruan Daya, Kecamatan Batuputih) misalnya, kata Helene, menyatakan bahwa sebelum
munculnya rombongan Karya Putra _rombongan perintis dari tahun 60-an yang
kemudian pecah dan menjadi rombongan Jata Kemala dan Karya Kemala_ hanya ajhing yang dimainkan. Berdasarkan data
ini, selain menegaskan muasal serta pengaruh ajhing terhadap ludruk Madura, catatan tahun tentang berdirinya
rombongan perintis ludruk di tahun 60-an semakin memperkuat pernyataan Peacock
sebagai hasil studi lapangannya.
Ditambah dengan pernyataan bahwa pendahulu Karya Putra telah
memainkan ajhing pada sebelum tahun
60-an, maka wajar bila Helene (2002: 136) semakin mantap mengatakan, “loddrok Madura itu diilhami unsur
dagelan ajhing lama: permainan kata,
mimik, gerak badan, serta wajah berias warna hitam dan putih. Pelayan-pelayan
tidak memotong percakapan tokoh utama, dan sebagian besar adegan lucu mereka
bersifat visual atau kial: kapas di lubang hidung yang bergerak ketika tokoh
bernapas, satu lengan kemeja yang dibiarkan melambai tidak dipakai, dan
sebagainya. Raja tidak boleh merayu perempuan dan langsung naik panggung tanpa
menari. Sebaliknya, para patih (pate)
dari dulu selalu menari, dan berdiri ketika raja masuk, sebelum duduk kembali.”
Tahap berikutnya, menurut Helene adalah ludruk-sandiwara dan terakhir muncul
pula ludruk-ketoprak pada tahun 70-an.
Memang banyak orang serta versi yang menyebutkan bagaimana ludruk
Madura akhirnya berdiri dan bagaimana ajhing
memiliki kuasa dalam mempengaruhi kemunculannya. Namun sumber Helene dari bekas
rombongan ludruk yang sama dengan Slamet Munsi Dian Pribadi, yakni Rukun
Famili, menyebut bahwa sebelum kemunculan Rukun Famili, Rukun Santoso yang
dirintis oleh kakak-beradik telah sejak zaman Belanda mementaskan sandiwara dan
bukan ketoprak, yang semakin mendekatkan asumsi bahwa benar di awal abad 20-lah
ludruk Madura juga muncul disertai pengaruh ajhing
lama yang telah berkembang sebelum akhirnya banyak dipengaruhi unsur Jawa Timur-an.
Bersambung….
*)
Artikel ini pernah dimuat di Tabloid Mata Sumenep Edisi 7 Maret 2016
Pernah dimuat pula secara online oleh Mata
Madura, 13 Oktober 2016
Cek artikel Ludruk Madura: Seni Pertunjukan dan Kuasa Ajhing lainnya