Bayi Baru Lahir di Tamidung Sumenep Tewas Diduga Korban Malpraktik Puskesmas Batang-Batang. (Ilustrasi/Istimewa) |
SUMENEP, E-KABARI.com - Pelayanan Puskesmas Batang-Batang, Kabupaten Sumenep menjadi keluhan masyarakat akibat bayi baru lahir tewas diduga jadi korban malpraktik.
Kronologi kematian bayi baru lahir asal Desa Tamidung, Kecamatan Batang-Batang tersebut diungkap oleh pihak keluarga bayi baru lahir bernama Fudali, Selasa, 21 November 2023.
Fudali menceritakan, bayi baru lahir yang meninggal diduga malpraktik Puskesmas Batang-Batang itu adalah anak kedua dari Rumnaini, warga Dusun Mojung, Desa Tamidung.
Rum, demikian karib dipanggil, melahirkan anak kedua di Puskesmas Batang-Batang pada Rabu malam, 15 November 2023 lalu.
Pagi hari sekitar pukul 09.00, Rum dan bayinya diperkenankan pulang karena kondisi bayi sehat dan tidak ada gejala apapun. Namun, pihak Puskesmas Batang-Batang meminta kembali hari Sabtu untuk cek laboratorium.
Singkat cerita, pada Sabtu, 18 November 2023, orang tua dan bayinya kembali ke Puskesmas untuk dilakukan cek laboratorium. Setibanya di Puskesmas, salah seorang bidan mengambil sampel darah si bayi di bagian tumit guna melakukan tes kestabilan tubuh.
"Setelah pengambilan darah, pihak Puskesmas Batang-Batang memperbolehkan si bayi pulang dengan orang tuanya karena tidak ada gejala apapun dan kondisinya masih sehat serta stabil," tutur Fudali, Selasa, 21 November 2023.
Setibanya di rumah, tiba-tiba tubuh bayi baru lahir tersebut mengalami drop hingga demam mulai Sabtu malam hingga Senin malam.
Karena itu, orang tua si bayi yang panik kembali membawa ke Puskesmas Batang-Batang. Sayang, pihak Puskesmas menyampaikan tidak mampu menangani, sehingga dirujuk ke Rumah Sakit Islam (RSI) Garam, Kalianget.
Namun, pihak RSI Kalianget juga menyampaikan tidak mampu menangani gejala penyakit yang diderita bayi Rum. Sehingga, keluarga kembali membawa bayi baru lahir tersebut ke salah satu rumah sakit di Kabupaten Sampang.
"Namun di tengah perjalanan, tepatnya di Kabupaten Pamekasan, nyawa bayi sudah tidak tertolong," ujar Fudali dengan nada parau.
Kematian si bayi menimbulkan duka mendalam bagi si ibu dan keluarga. Dengan terpaksa, mereka harus putar balik menuju kampung halaman di Dusun Mojung, Desa Tamidung, Kecamatan Batang-Batang, Sumenep, dengan membawa jenazah bayi tersebut.
Berdasarkan penelusuran E-KABARI.com, pengambilan darah pada bayi di tumit dikenal dengan istilah heel prick test. Tes ini mendeteksi kondisi kesehatan serius, termasuk gangguan metabolisme dan hormon yang muncul saat lahir tetapi bisa berbahaya jika tidak diobati.
Cara mengambil darah bayi melalui tumit sangat cepat dan aman. Namun, prosedur tersebut harus dilakukan oleh dokter anak atau perawat yang telah terlatih dalam uji tusuk tumit.
Dalam pengambilan darah pada bayi, biasanya tidak diperlukan anestesi. Namun dokter atau perawat akan membuat bayi nyaman terlebih dahulu, salah satunya dengan cara bayi dibedong dulu untuk mengurangi pergerakan saat pengambilan darah serta ruangan dibuat senyap dengan mengurangi kebisingan.
Tes darah pada tumit bayi dianggap aman. Sebagian besar komplikasi dapat dihindari dengan metode atau prosedur yang tepat.
Meski demikian, teknik pengambilan darah yang tidak tepat pada tumit bayi dapat menyebabkan kerusakan pada tulang kalkaneus dan jaringan lunak serta risiko komplikasi lainnya.
Dalam kasus pengambilan darah pada bayi Rumnaini yang diduga malpraktik, keluarga korban menyalahkan pihak Puskesmas Batang-Batang yang telah mengambil darah pada si bayi yang nyata-nyata tidak ada masalah.
Apalagi, bekas pengambilan darah di tumit bayi itu tidak diberikan semacam perban dan atau alat medis lain yang mampu memberikan tekanan untuk menghentikan pendarahan.
"Atas kejadian ini, ibu bayi dan keluarga sangat berduka dan menyalahkan pihak Puskesmas Batang-Batang atas tindakan yang diduga menyalahi prosedur," ucap Fudali.
Seharusnya, pengambilan darah tumit pada bayi tidak bisa dilakukan selain dokter khusus anak atau perawat. Namun pada kasus bayi Rumnaini, perawat di Puskesmas Batang-Batang dengan berani mengambilnya tanpa konsultasi terlebih dahulu kepada dokter yang membidanginya.
Tindakan diduga menyalahi "kewenangan berdasarkan kompetensi" itu sangat jelas merupakan pelanggaran kode etik dan hukum sesuai Pasal 62 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan.
Menurut Pasal 62 ayat (1) huruf c UU tersebut, yang dimaksud "kewenangan berdasarkan kompetensi" adalah kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan secara mandiri sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya.
Sementara Pasal 84 UU Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa apabila bidan atau perawat melakukan suatu kelalaian berat yang menyebabkan penerima pelayanan kesehatan menderita luka berat, maka bidan yang bersangkutan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
Sedangkan jika kelalaian berat itu mengakibatkan kematian, bidan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Terpisah, Kepala Puskesmas Batang-Batang dr. Fatimatul Insyoniah menepis dugaan malpraktik dalam kasus pengambilan darah bayi Rumnaini yang diduga menyebabkan kematian.
Menurutnya, pengambilan sampel darah pada bayi baru lahir sudah mulai diterapkan dua bulan lalu berdasarkan surat edaran.
Ia menegaskan, pengambilan sampel darah pada bayi baru lahir tidak ada efek samping apapun. Hal tersebut juga bukan tindakan invasif, karena hanya mengambil darah seperti pengambilan darah untuk pemeriksaan gula darah.
"Kalau pemeriksaan gula darah kan biasanya diambil di bagian tangan, tapi kalau bayi darahnya itu yang banyak di bagian tumit, makanya diambilnya di tumit," kata dokter Fatimatul saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Kepala Puskesmas Batang-Batang itu juga menepis dugaan pengambilan darah yang tidak sesuai prosedur, seperti tidak diberikan perban pada bekas pengambilan darah di tumit si bayi.
"Semua sudah sesuai prosedur, bekas pengambilan darahnya sudah dikasih alkohol swab dan hypafix, dan kalau misalnya kemudian dia demam, itu tidak ada hubungannya dengan pengambilan darahnya," tegas Fatimatul. (Rez/Rfq)