![]() |
Makam K. Juma' (cungkup) di komplek Asta Toteker Desa Banuaju Barat, Kecamatan Batang-Batang, Sumenep. (Foto Helmy Khan/E-KABARI) |
SUMENEP, E-KABARI.com - Asta Toteker, demikian masyarakat sekitar menyebut tempat pemakaman umum (TPU) di salah satu kampung di Desa Banuaju Barat, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep itu.
Berada di dataran tinggi, tak jauh dari sungai yang mengalir melalui sejumlah desa, pemakaman yang kemudian masyhur sebagai asta tersebut tepat di Dusun Toteker RT 02 RW 06, Desa Banuaju Barat, Kecamatan Batang-Batang.
Sejak dahulu, Asta Toteker cukup terkenal di lingkungan masyarakat sekitar, sehingga tak heran jika pada waktu tertentu ramai dikunjungi peziarah. Mereka datang sekadar untuk ngalap berkah dengan membaca surah Yasin, hingga melakukan khatmil qur'an pun tahlilan.
Namun, memang ada yang menarik terkait keberadaan Asta Toteker. Berdasarkan cerita mulut ke mulut, pemakaman umum itu telah ada sejak sesepuh masyarakat sekitar masih kanak-kanak. Bahkan ada yang menyebut Asta Toteker merupakan salah satu saksi bisu sejarah bahwa Belanda pernah menjejakkan kaki di Desa Banuaju Barat kala menginvasi tanah Madura.
Dikenal sebagai pemakaman kuna, Asta Toteker rupanya juga cukup masyhur akan cerita-cerita mistik di dalamnya. Tak heran jika banyak yang mengincar pusaka keramat yang diyakini bersemayam di sana. Pusaka yang paling dielukan adalah sebuah keris. Walau dari banyak cerita, tak pernah ada yang bisa menuankan dirinya menjadi pemilik sejati pusaka tersebut.
Asal-usul Asta Toteker
Berdasarkan penuturan K. Sali, salah satu sesepuh setempat, K. Juma' adalah orang yang dipercaya memiliki kekeramatan dan seseorang yang memiliki kewalian di Asta Toteker. Ialah yang kini menjadi wasilah doa para peziarah.
Sayang, meski keberadaannya cukup terkenal, rupanya tidak ada yang tahu pasti nama asli beliau yang dikeramatkan di asta tersebut. Sebatas pengetahuan para sepuh di atas generasi K. Sali, K. Juma' hanya disebut memiliki nama daging yang dikenal dengan Kanabi.
"Tidak tahu juga siapa nama asli dari K. Juma'," kata K. Sali saat ditemui E-KABARI.com di Masjid Al-Mu'min Dusun Toteker seusai shalat Tarawih pada Selasa malam, 11 Maret 2025 lalu.
![]() |
K. Sali saat ditemui di Masjid Al-Mu'min Dusun Toteker seusai shalat Tarawih pada Selasa (11/03/2025) malam. (Foto Helmy Khan/E-KABARI) |
Apalagi, ternyata K. Juma' juga bukan masyarakat asli Banuaju Barat, melainkan seorang pendatang dari desa sebelah, yakni Desa Batang-Batang Laok, tepatnya dari Dusun Garincang. Hal itu menambah pelacakan sejarah makin terbatas.
Hanya karena status pernikahan dengan Nyai Rifa (sebagaimana masyarakat Madura pada umumnya suami akan tinggal di rumah sang istri), K. Juma' akhirnya berdomisili di Desa Banuaju Barat hingga sang wali tutup usia.
Catatan lainnya dalam cerita para sepuh yang diingat narasumber, K. Juma' juga diketahui sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Namun, tidak ada yang tahu pula siapa gerangan nama kedua saudaranya, pun kisah mereka.
Singkat cerita, setelah menetap di Banuaju Barat dan cukup lama membina rumah tangga dengan Nyai Rifa, dari pernikahannya itu K. Juma' dikarunia lima orang anak. Dua anak perempuan yaitu Nyai Amba dan Nyai Jahra, dan tiga diantaranya adalah laki-laki yakni K. Aspiya (Yusuf), K. Subha (Muslimin), serta K. Abbas (Bagja).
Dari semua cerita itu, belum ada kisah K. Juma' yang berhubungan dengan nama pemakaman tempat beliau disemayamkan. Penyebutan Asta Toteker sendiri kemudian diketahui ternyata malah disandarkan pada sebuah sungai di sebelah selatan asta, yang kini juga menjadi nama salah satu dusun di Desa Banuaju Barat.
Entah bagaimana kisahnya, barangkali sungai yang memiliki kemiringan kurang lebih 40 derajat di mana terhampar batu besar serupa tikar di situ, menarik masyarakat kuna untuk menisbatkan namanya yang masyhur kepada asta sang kiai.
"Tidak tahu juga, tapi kemungkinan besar karena (asta K. Juma') dekat dengan sungai Toteker. Jadi, penyebutannya lebih mudah (red)," tutur K. Sali, beberapa detik kemudian lelaki berusia senja itu menyilakan minuman yang dihidangkan.
Ilalang dan Api Belanda
Sebagai tempat bersemayamnya sosok yang dikeramatkan, ada cerita menarik di balik keberadaan asta di ujung selatan Desa Banuaju Barat itu. Meski tidak ada catatan sejarah yang menulis awal mula terbentuknya pemakaman hingga disebut sebagai Asta Toteker, akan tetapi keberadaannya dipercaya masyarakat telah berdiri sejak zaman dahulu kala.
Alkisah, semula tempat pemakaman umum itu merupakan palalangan (tanah yang ditumbuhi ilalang). Kemudian saat Belanda menjajah Madura, ilalang yang tumbuh di sana sempat dibakar oleh orang-orang kulit putih tersebut.
Ajaibnya meski api melahap seisi tumbuhan di Asta Toteker, namun tidak bisa menyentuh ilalang yang tumbuh di atas kuburan K. Juma'. Kobaran api dan kepulan asap yang meliuk-liuk di udara tak sedikitpun membuat ilalang di atas pusara sang keramat yang waktu itu belum diberikan cungkup, jatuh layu atau pun gosong.
"Dahulu ilalang yang ada di asta pernah dibakar oleh Belanda, tapi ilalang yang tumbuh di makam K. Juma' tak terbakar," K. Sali berujar sembari mengingat cerita itu saat dikisahkan oleh kakeknya, K. Naomi, sewaktu kanak-kanak.
Sekadar ingat kisahnya, ternyata K. Sali tak punya catatan pun ingatan pasti kapan peristiwa yang berkaitan dengan karomah K. Juma' itu terjadi. Seingatnya, ilalang yang kebal api di pusara sang kiai itu terjadi ketika Belanda menginvasi Nusantara hingga ke pelosok Madura.
"Kalau waktu atau tahunnya tidak tahu, tapi yang jelas tahun tiga lima (1935) Belanda sudah ada di sini, sering ngambil barang-barang," imbuh satu-satunya sesepuh tersisa itu, yang bisa menjadi narasumber tentang Asta Toteker.***
Penulis : Helmy Khan
Editor : Rafiqi